Friday 16 November 2018

Surat Protes KLHK – Kebijakan Kelapa Sawit Papua

Protes keras atas kebijakan dan penerbitan ijin pelepasan kawasan hutan produksi konversi untuk perusahaan perkebunan kelapa sawit.
1
5837

Surat Protes
Kasus PT. Menara Wasior di Kab. Teluk Wondama


Kepada Yth,
  1. Presiden Republik Indonesia di Tempat.
  2. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI di Tempat.
Dengan hormat,
Sehubungan dengan pemberian ijin pelepasan kawasan hutan produksi konversi untuk perusahaan perkebunan kelapa sawit PT. Menara Wasior (MW) di daerah Kali Wosimi, Distrik Naikere dan Distrik Kuriwamesa, Kabupaten Teluk Wondama, Provinsi Papua Barat, pada September 2017 lalu, sebagaimana SK No. 16/1/PKH/PMDH/2017, tertanggal 20 September 2017, maka kami menyatakan protes keras atas kebijakan dan penerbitan ijin dimaksud.
Bahwa, pada tahun 2015 lalu, kami sudah menyampaikan surat protes atas rencana PT. MW dan memohon pemerintah tidak memproses permintaan perusahaan PT. MW untuk mendapatkan ijin pelepasan kawasan hutan konversi bagi perkebunan kelapa sawit PT. MW.

Alasannya ada beberapa:

  • Areal kawasan hutan dimaksudkan adalah wilayah adat dan tempat hidup masyarakat adat Suku Wondamen, Torowar dan Mairasi, yang mana menjadi korban pelanggaran HAM peristiwa “Wasior Berdarah 2001”, dan belum terselesaikan hingga hari ini. Masyarakat setempat masih trauma dan tidak punya kebebasan untuk berpendapat bebas membuat keputusan atas proyek ‘pembangunan’ di wilayah adatnya. Karenanya, pemberian ijin dimaksud akan mencederai rasa keadilan, tidak menghormati dan melindungi hak-hak hukum masyarakat adat setempat, mengabaikan hak atas rasa aman dan hak masyarakat menentukan pembangunan;
  •  Aktivitas perkebunan PT. MW akan mengancam dan menghilangkan kawasan hutan sumber hidup dari masyarakat adat setempat. Kawasan hutan dimaksud merupakan sumber mata pencaharian, sumber pendapatan, sumber pangan dan air, sumber obatobatan, terdapat dusun-dusun pusaka dan tempat suci, dan sebagainya,
  • Kebijakan tersebut bertentangan dengan komitmen pemerintah untuk melakukan
    moratorium perkebunan kelapa sawit dan pembangunan berkelanjutan.

Berdasarkan perihal tersebut diatas, demi keadilan dan hukum, Kami nyatakan dan mendesak:

  • Kepada Bapak Presiden untuk segera menyelesaikan pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia) peristiwa Wasior Berdarah 2001, melakukan rehabilitasi dan pemulihan hak-hak korban, secara adil dan memberikan rasa hormat kepada korban dan keluarganya. Demikian pula, kasus pelanggaran HAM lainnya di Tanah Papua;
  • Kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk segera meninjau kembali dan mencabut perijinan pelepasan kawasan hutan untuk usaha perkebunan kelapa sawit PT.MW dimaksud karena melanggar hak-hak dasar Orang Asli Papua dan berpotensial menambah permasalahan maupun konflik sosial lainnya (Kronologis terlampir).
  • Tindakan penting lain yang perlu adalah segera mengakui, melindungi dan menghormati keberadaan dan hak-hak masyarakat adat setempat atas tanah, hutan dan kekayaan alam lainnya.
Jakarta, 23 Maret 2018
Hormat kami,
Yayasan Pusaka
Foker LSM Papua
KPKC GKI Tanah Papua
Walhi PapuaWongkei Institute
JERAT Papua
SKP KC Fransiskan Papua
Perkumpulan Belantara
Perkumpulan Bin Madag Kom
Papua Forest Watch
Tembusan:
  • Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal RI
  • Dirjen Planologi Kementerian Lingkungan Hidup RI
  • Sekretaris Kabinet RI
  • Kepala Staf Kepresidenan Kantor Staf Presiden RI
  • Ketua Komnas HAM RI
  • Gubernur Provinsi Papua Barat
Kontak Person:
Franky Samperante (HP. +62 813 1728 6019)
Stephanus Marani (HP. +62 812 9453 5639)

KRONOLOGIS
EKSPLOITASI SUMBER DAYA ALAM
DAN KEKERASAN
DI WASIOR

Tahun 2001: Wasior Berdarah Sepanjang Maret – Oktober 2001, terjadi serangkaian aksi protes warga terhadap keberadaan perusahaan-perusahaan pembalakan kayu yang beroperasi di daerah ini, seperti: PT. Wapoga Mutiara Timber (WMT), PT. Dharma Mukti Persada (DMP, anak perusahaan Kayu Lapis Indonesia), CV. VPP (Vatika Papuana Perkasa), dikarenakan perusahaan tersebut tidak memenuhi kewajiban dan janji-janji pembangunan terhadap masyarakat adat setempat.
Selanjutanya, aksi protes berlangsung secara keras, aparat keamanan dari Polri (Brimob) terlibat mengamankan bisnis perusahaan dan terjadi ketegangan hingga aksi kekerasan. Pada Juni 2001, Polda Papua didukung oleh Kodam XVII Trikora melakukan operasi penyisiran “Operasi Tuntas Matoa”.
Operasi pengejaran dan penyisiran secara besar-besaran pelaku pembunuhan di desa-desa sekitar tempat kejadian dan hingga ke daerah Nabire dan Serui. Ada banyak warga kampung yang tidak tahu menahu permasalahan, turut ditangkap tanpa surat penahanan, dianiaya, ditahan dan ditembak. Sebanyak 51 rumah-rumah penduduk dibakar dengan harta bendanya di delapan lokasi berbeda, (yakni Wasior Kota, Kampung Wondamawi, Wondiboi, Senderaboi, Sanoba dan Ambumi, serta Yopenggar dan Sanoba di Kabupaten Nabire), hasil kebun dan ternak peliharaan dimusnahkan.
Menurut laporan Tim Kemanusiaan Kasus Wasior 2001, diketahui ada 94 orang penduduk sipil tidak bersalah ditangkap, disiksa ringan dan berat bahkan menderita cacat seumur hidup, serta terjadi pengungsian massal.
Berdasarkan hasil penyidikan Tim Pengkajian Permasalahan HAM di Papua (Desember 2003 – Juli 2004) dari Komnas HAM (Komisi Nasional Hak Asasi Manusia) disampaikan selama proses pengejaran terhadap pihak yang diduga pelaku telah terjadi tindak pembunuhan, penyiksaan termasuk penyiksaan yang mengakibatkan kematian, penghilangan orang secara paksa dan perkosaan disejumlah lokasi.
Tercatat empat orang meninggal, satu orang mengalami kekerasan seksual, lima orang hilang dan 39 orang disiksa. Berkas perkara ini terakhir diserahkan Komnas HAM ke Kejaksaan Agung pada Juli 2014, setelah beberapa kali dikembalikan oleh Kejaksaan Agung (Juli 2013, Juni 2014) diserahkan kembali oleh Komnas HAM (September 2004, Desember 2004, September 2013, 17 Juli 2014).
Pada awal Mei 2017 di Jenewa, Swiss, Pemeintah RI – diwakili oleh Menteri Luar Negeri Ibu Retno Marsuhi – Dihadapan Dewan HAM PBB saat Indonesia menjalani sidang Universal Periodoc Review (UPR), mengungkapkan komitmen Pemerintah RI untuk menundtaskan pengadilan HAM dibawah UU No. 26 Tahun 2000. Namin hingga kini kami belum mendapatkan bukti bahwa proses persidangan akan digelar.

Tahun 2009: Konsesi Baru dan Kekerasan Berlanjut

Ditengah ketidak jelasan penyelesaian pelanggaran HAM “Wasior Berdarah”, Menteri Kehutanan mengabulkan dan memberikan ijin usaha pembalakan kayu kepada perusahaan PT. Kurnia Tama Sejahtera (KTS, perusahaan milik Arta Graha Group) berdasarkan SK.648/MenhutII/2009, yang lokasinya berada di eks lokasi konsesi PT. DMP, dengan luas 115.800 hektar.
Pemerintah dan perusahaan tidak pernah berkonsultasi dan meminta restu masyarakat adat setempat, sebelum mendapatkan ijin pembalakan kayu. Perusahaan menawarkan pemberian uang kompensasi dan janji pembangunan. Masyarakat adat Mairasi, Miere, Torowa dan Wandamen, tidak pernah memberikan keputusan bebas dan menolak, karena masih trauma dengan peristiwa masa lalu (Wasior Berdarah).
Pada Januari 2013, peristiwa kekerasan berulang, tiga warga Kampung Sararti dan Ambumi, dipukul dan disiksa petugas anggota TNI AD Yonif 753 Sorong di lokasi log pond perusahaan PT.KTS di Ambumi dan di basecamp perusahaan KM48. Pada Februari 2013, tokoh-tokoh masyarakat adat dari Kampung Sararti, Wosimo, Inyora, Undurara, Oyaa dan Yawore, Distrik Naikere, membuat Surat Pernyataan yang memuat sikap penolakan masyarakat adat terhadap aktivitas PT. KTS.

Tahun 2013: Wijaya Sentosa dan Utang Belum Terbayar

Tahun 2013, Menteri Kehutanan kembali memberikan ijin usaha pembalakan kayu kepada perusahaan PT. Wijaya Sentosa (WS, anak perusahaan Sinar Wijaya Group), berdasarkan Nomor SK.33/Menhut-II/2013, tertanggal 15 Januari 2013, berlokasi di Distrik Kuri Wamesa hingga Distrik Nikiwar, Kabupaten Teluk Wondama. Berbatasan dengan areal perusahaan PT. KTS.
Sebelumnya, areal konsesi PT. WS adalah milik PT. WMT yang tidak aktif semenjak perstiwa Wasior Berdarah. Banyak hutang masa lalu yang belum dibayarkan oleh PT. WMT, termasuk hutan atas kompensasi kayu-kayu komersial yang telah roboh ke tanah, hutang dan janji pembangunan yang belum lunas dipenuhi.
Masyarakat Suku Dusner, Kuri dan Wamesa, yang memiliki areal konsesi dan berdiam dikawasan ini juga tidak mampu menolak kehadiran perusahaan PT. WS. Aparat TNI dan Brimob mengawal seluruh aktivitas perusahaan sejak meminta persetujuan Rencana Kerja Tahunan hingga pengangkutan kayu di logpond. Perusahaan bekerja tanpa peduli dengan suara masyarakat. Hutan keramat dibongkar, kayu-kayu komersial sepanjang sungai dan tepi pantai ditebang, sungai penuh lumpur tak ada jalan air dan dusun sagu mati. Meskipun demikian perusahaan tetap mendapatkan penghargaan sertifikat hijau.

Tahun 2017: Ancaman Deforestasi Kebun Kelapa Sawit

Pada era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan, menerbitkan izin prinsip pelepasan kawasan hutan untuk usaha perkebunan kelapa sawit kepada perusahaan PT. Menara Wasior (MW, masih berhubungan dengan Salim Group) di daerah dataran sepanjang Kali Wosimi, Kampung Ambumi, Distrik Kuriwamesa, seluas 32.170 hektar. Arealnya berbatasan dengan konsesi perusahaan pembalakan kayu PT. KTS.
Tahun 2017, pemerintah menerbitkan surat pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan kelapa sawit PT. MW melalui SK No. 16/1/PKH/PMDH/2017, tertanggal 20 September 2017. Beberapa kali perusahaan dan pemerintah melakukan sosialisasi rencana dan konsultasi AMDAL, tapi masyarakat menolak dan tidak menghadiri pertemuan tersebut.
Tahun 2015, PUSAKA mengirimkan surat protes kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, untuk menghentikan proses pemberian ijin pelepasan kawasan hutan kepada PT. MW karena tuntutan dan penolakan warga, karena kehadiran perusahaan tidak sepatutnya sebelum menyelesaikan permasalahan masa lalu, pelanggaran HAM dan berbagai peristiwa yang terjadi di daerah ini. Pemerintah tidak menanggapi dan tidak konsisten dengan komitmen atas ‘moratorium perkebunan kelapa sawit’.
Kawasan hutan alam disekitar Kali Wosimi terancam adanya deforestasi. Masyarakat setempat Suku Wondamen akan terkena dampak langsung dari rencana ini. Hutan adat, tempat keramat dan dusun-dusun pusaka milik masyarakat setempat, seperti Sanebuh, Iwagasi, Koine, terancam hilang. Tempat-tempat sumber mata pencaharian akan tergusur dan masyarakat akan kehilangan sumber pangan dan sumber pendapatan.
Selain perusahaan kelapa sawit, ancaman juga berasal dari rencana kegiatan pertambangan emas di daerah tersebut.1 Tahun 2014, pemerintah daerah Kabupaten Teluk Wondama memberikan ijin eksplorasi kepada PT. Abisha Bumi Persada berdasarkan ijin Nomor 543/06A/BUP-TW/2014, berlokasi di Distrik Kuriwamesa, Rasiei dan Naikere, seluas 23.324 ha. Kini perusahaan sedang melakukan konsultasi AMDAL.

Salim Group di Papua

Perusahaan PT. Menara Wasior diduga masih berhubungan dengan bisnis dan kepemilikan perusahaan raksasa Salim Group, milik pengusaha kaya keluarga Sudono Salim (Liem Sioe Liong). Pada era pemerintahan Soeharto, Sudono Salim terkenal salah satu kroni Soeharto dan mempunyai bisnis pembalakan kayu di Papua melalui PT. Hanurata.
Di Papua, bisnis perkebunan kelapa sawit yang terkait dengan Salim Group adalah PT. Rimbun Sawit Papua (RSP, 2014) berlokasi didaerah Bomberay dan Tomage, Kabupaten Fakfak, seluas 10.102 ha, PT. Subur Karunia Raya (SKR, 2014) berlokasi didaerah Maskona, Kabupaten Teluk Bintuni, seluas 38.770 ha dan PT. Bintuni Agro Prima Perkasa (BAPP, 2014) berlokasi didaerah Kebar, Kabupaten Tambrauw, seluas 19.369 hektar.
Keberadaan dan aktivitas perusahaan Salim Group ini menuai protes penolakan. Di Tambrauw, warga protes karena ijin dan komoditi PT. BAPP yang tidak sesuai dan mengancam lingkungan setempat.2
1. http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/daerah/18/02/12/p40zzb284-penambangan-emas-ancam-tamannasional-teluk-cenderawasih
2. https://www.change.org/p/persiden-republik-indonesia-tolak-kelapa-sawit-di-hutan-tambrauw-papua-barat

Wednesday 24 October 2012


Mahasiswa Papua Bentrok di Bandung, 1 Tewas

Tawuran terjadi di depan asrama mahasiswa Papua, Jalan Cilaki.


VIVAnews 
- Tawuran antar mahasiswa kembali terjadi dan memakan korban. Kali ini, mahasiswa asal Papua terlibat bentrok dan mengakibatkan satu orang tewas. Suasana masih mencekam. 
Tawuran terjadi di depan asrama mahasiswa Papua, Jalan Cilaki, Bandung, Jawa Barat, Jumat 19 Oktober 2012. Menurut Deny, saksi mata yang juga seorang pedagang di lokasi kejadian, tawuran itu berawal dari keributan tiga orang.
"Ada tiga orang bertengkar. Lalu, salah satunya kabur dan dikejar dua orang," kata Deny di lokasi kejadian. Deny menceritakan, lalu terjadi kejar-kejaran dengan posisi tidak seimbang. 
"Orang yang dikejar sudah bersimbah darah. Lalu, orang yang berdarah itu jatuh di Taman Cilaki," kata Denny. Tak lama kemudian, rekan-rekan korban datang menolong. Tiba-tiba, teman-teman korban mengejar balik dua orang tadi hingga ke arah Gedung Sate. 
Satu orang yang bersimbah darah itu tewas. Diduga karena luka tusuk. Informasi yang dihimpun VIVAnews, salah satu mahasiswa yang diduga menusuk korban sudah dibekuk petugas. Hingga kini belum ada informasi identitas korban dan pelaku. 
Ketegangan masih berlanjut saat mobil ambulans datang membawa jenazah korban. Saat mobil ambulans dari RS Santo Yusuf itu masuk ke dalam asrama, suasana kembali mencekam. 
Mahasiswa Papua yang berada di asrama mengamuk. Mahasiswa juga mengusir polisi, anggota TNI, bahkan warga yang mendekat. Mereka juga merusak asrama dengan memecahkan kaca-kaca di gedung asrama. Hingga kini, suasana masih tegang di Asrama Mahasiswa Papua di Cilaki. (eh)
Source: http://nasional.news.viva.co.id/news/read/360715-mahasiswa-papua-bentrok-di-bandung--1-tewas 

250 Rumah Terendam Banjir Bandang di Papua

Ratusan rumah warga rusak terendam air.

Senin, 22 Oktober 2012, 14:09Ismoko Widjaya, Banjir Ambarita (Papua)

VIVAnews - Hujan deras yang mengguyur  pegunungan tengah Papua tepatnya di Kabupaten Paniai mengakibatkan banjir bandang disertai lumpur. Ratusan rumah warga rusak terendam air. Meski demikian tidak ada korban jiwa dalam musibah itu.

Hujan deras yang berlangsung selama beberapa jam membuat Sungai Enarotali meluap. Luapan air sungai merendam rumah penduduk di sekitar Enarotali dan Madi, di Distrik Paniai Timur. Namun, karena warga langsung mengungsi ke lokasi yang tinggi, tidak ada korban dalam bencana itu. 

"Hujan deras Minggu malam membuat terjadinya banjir bandang setinggi 2 meter, merendam 2OO ratusan warga," kata Kapolres Paniai Ajun Komisaris Besar Polisi Anton Diance saat dihubungi, Senin 22 Oktober 2012. 

Hujan deras terjadi sejak pukul 17.00 hingga pukul 22.30 Wit. Belum ada laporan apakah ada korban dalam musibah banjir bandang itu. "Kami masih tunggu laporan dan sekaligus mencari apakah ada korban," kata Anton. 

Daerah yang terkena banjir bandang disertai lumpur yakni:
a. Kompleks perkantoran Pemda Paniai dan Polres Paniai, rumah penduduk di kampung Madi, kediaman kapolres dan Wakapolres Paniai, Kabag Operasional, Kabag Sumda dan mess Perwira Polres Paniai di Madi.
b. Kompleks Pasar lama dan Pasar Baru Enarotali.
c. Polsek Pantim dan asrama Polsek Pantim.
d. Kantar Bank Papua, Kantor Samsat, kantor Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan kantor DPKAD Kabupaten Paniai
e. Rumah penduduk di Enarotali.
f. Rumah penduduk di kampung Nunobado.

Saat ini masyarakat masih tetap waspada karena cuaca di Paniai khususnya Enarotali dan Madi mendung. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Paniai akan mendirikan Posko Penanggulangan di kampung Madi, Bapauda, Nunobado dan Enarotali.

"Jumlah rumah yang terendam banjir air dan lumpur sekitar 250 unit, kerugian material akibat banjir Bandang belum dapat diperkirakan," kata dia. (sj)

Source: http://nasional.news.viva.co.id/news/read/361334-250-rumah-terendam-banjir-bandang-di-papua 

Wednesday 14 December 2011

Brimob dan OPM Baku Tembak, Paniai Mencekam



foto
TEMPO/ Tjahjono Ep Eranius
TEMPO.COJayapura - Kontak senjata antara Brimob dari Satgas Operasi Tumpas Matoa dengan kelompok bersenjata Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka Devisi II Makodam Pemka IV Paniai, terus berlanjut hingga malam ini, Selasa, 13 Desember 2011.

“Masih terjadi, kontak senjata dari markas dengan pasukan Indonesia itu dari pagi tadi sekitar jam tujuh sampai malam ini,” kata Juru Bicara Organisasi Papua Merdeka Devisi II Makodam Pemka IV Paniai, Leo Yeimo, Selasa malam.

Ia menyaksikan penerjunan pasukan dalam jumlah besar ke Eduda, markas OPM. “Ada helikopter bolak balik bawa pasukan. Ini sampai malam ini masih terdengar bunyi tembakan,” katanya

Seorang anggota brimob kepolisian RI, Brigadir Satu Supono, terluka dalam insiden baku tembak dengan kelompok bersenjata siang tadi. Supono tertembak di kaki kanan saat penyerbuan ke markas OPM. “Dari pihak kita satu tertembak di kaki kanan. Anggota tersebut sementara dirawat medis,” kata Kepala Kepolisian Resor Paniai Ajun Komisaris Besar Polisi Janus Siregar.

Ia mengatakan, penyerbuan tersebut setelah didapat kabar bahwa kelompok bersenjata akan melakukan aksi di Paniai. “Kita langsung antisipasi, ini murni penyerangan terhadap kelompok itu,” tegasnya.

Situasi Paniai memanas sejak kontak senjata Rabu 30 November 2011 lalu antara Brimob dan TPN/OPM Dev II Makodam Pemka IV Paniai.

Meski berhasil mengusir gerakan bersenjata, belum diketahui persis jumlah korban meninggal dan luka dari insiden tadi. “Mereka sudah kabur semuanya. Kita sudah duduki markas mereka. Kita tetap antisipasi bila ada serangan balasan,” kata Janus.

JERRY OMONA
Source: http://www.tempo.co/read/news/2011/12/13/058371509/Brimob-dan-OPM-Baku-Tembak-Paniai-Mencekam 

Tak Puas Solusi Papua, Kontras Datangi Polri

"Kita akan menyampaikan keberatan kita tentang model penuntasan," kata Haris Azhar.

SENIN, 5 DESEMBER 2011, 11:04 WIB
Eko Huda S, Syahrul Ansyari
VIVAnews - Koordinator Kontras Haris Azhar mendatangi Mabes Polri untuk melakukan audiensi terkait dengan  kekerasan dan isu pelanggaran HAM di Papua. Haris ditemani oleh beberapa aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat yang lainnya seperti Usman Hamid, Hendardi (Ketua Setara Institute), Maman (Nahdlatul Ulama).

"Kita akan menyampaikan laporan tentang peristiwa Kongres Rakyat Papua. Terus beberapa rangkaian peristiwa kekerasan yang ada di Freeport," kata Haris sebelum memasuki gedung Rupatama, Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Senin 5 Desember 2011.

Haris menyampaikan selain itu kedatangan mereka adalah untuk memberikan catatan soal berbagai kasus penembakan di bumi Cenderawasih tersebut. Seperti rangkaian penembakan misterius di kawasan Freeport yang tidak diketahui siapa pelakunya dan di daerah lainnya.

"Kita fokus beberapa hal dengan polisi. Termasuk kita juga akan menyampaikan keberatan kita tentang model penuntasan, solusi terhadap temuan-temuan kita ketika polisi mendapat upah dari PT Freeport," lanjutnya.

Haris mengatakan pertemuan akan dihadiri oleh Kabareskrim, Kabagintelkam, dan Kadiv Humas Mabes Polri. Kapolri, Wakapolri, Irwasum juga direncanakan akan turut menemui mereka.

"Ada beberapa temuan seperti tiga orang dinyatakan meninggal setelah peristiwa itu (KRP). Kemudian penyiksaan terhadap Forforus, dan perlakuan tidak baik terhadap orang-orang yang ditahan, selama beberapa jam sampai bermalam ditempatkan di lapangan tenis di Polda Papua. Lalu tidak diberi makan. Itu beberapa catatan kekerasan yang menurut kami mengkhawatirkan," urai Haris. (eh)
• VIVAnews

Source: http://nasional.vivanews.com/news/read/269595-tak-puas-solusi-papua--kontras-datangi-polri