[JAKARTA] Anggota Komisi I DPR asal Papua, Paskalis Kossay meminta Pemerintah Pusat untuk tidak menutup-nutupi akar pesoalan yang sesungguhnya terjadi di Papua. Akar persoalan itu adalah keinginan masyarakat Papua untuk merdeka.
“Api membara ini belum dipadamkan. Api yang membara di Papua harus dilihat secara baik oleh siapapun. Api ini ada di mana? Saya kira di situ. Orang Papua ingin merdeka, ada ideologi ini,” kata Paskalis Kepada SP di Jakarta, Rabu (14/12).
Politisi Partai Golkar ini berpendapat, selama ini pemerintah terus menutup dan membungkus akar masalah ini. Caranya adalah dengan mengatakan bahwa persoalan Papua terjadi karena kegagalan pembangunan, ketertinggalan, keterbelakangan, dan pelanggaran HAM. Padahal, semua hal itu hanyalah akibat. “Apinya tidak dibuka. Jika api mau diselesaikan harus didialogkan. Ini yang tidak ada pemahaman,” katanya.
Karena itu, Paskalis mengharapkan, akar masalah terkait keinginan orang Papua untuk merdeka harus dijadikan materi dalam rumusan dialog Jakarta–Papua.
Sedangkan terkait wacana dialog Jakarta-Papua, Paskalis menilai, kelompok-kelompok di Papua, terutama faksi yang menolak dialog harus diyakini bahwa dialog itu bisa menyelesaikan masalah Papua secara substantif. “Masih ada perbedaan persepsi antara stakeholders di Papua dan pemerintah pusat di Jakarta tekait dialog ini. Bagi kelompok-kelompok tertentu di Papua, dialog harus menyuarakan kepentingan dan perjuangan orang Papua. Sedangkan pemerintah pusat meminta agar dialog diselesaikan dalam kerangka NKRI,” imbuhnya.
Sementara Ketua Komisi I Mahfudz Siddiq menyatakan, pemerintah harus menetapkan kebijakan untuk mengakhiri pendekatan sekuritisasi di Papua. Hal ini tidak berarti pemerintah melepaskan tanggung jawab keamanan atau karena pemerintah tidak punya kalkulasi untuk mengantisipasi risiko keamanan yang memang sudah menjadi tupoksi pemerintah.
“Pendekatan persoalan dan dinamika dengan pendekatan sekuritisasi sama seperti kita menyiram benih-benih api dengan bahan bakar yang akan menimbulkan api-api itu,” katanya.
Politisi PKS ini mencontohkan, ketika terjadi kekerasan di Paniai, jumlah aparat keamanan ditambah. Penambahan ini memberi indikasi bahwa pendekatan sekuritisasi memang belum berakhir di Papua.
Karena itu, Mahfudz mengharapkan, unsur-unsur yang tidak puas di Papua yang mengaktualisasikan gagasan dan aspirasinya agar menahan diri untuk tidak terlibat dalam tindakan kekerasan dalam bentuk apapun. “Semua elemen harus bisa menghentikan tindak kekerasan yang ada. Kedamaian di Papua adalah hadiah Natal dan tahun baru,” katanya. [W-12]
“Api membara ini belum dipadamkan. Api yang membara di Papua harus dilihat secara baik oleh siapapun. Api ini ada di mana? Saya kira di situ. Orang Papua ingin merdeka, ada ideologi ini,” kata Paskalis Kepada SP di Jakarta, Rabu (14/12).
Politisi Partai Golkar ini berpendapat, selama ini pemerintah terus menutup dan membungkus akar masalah ini. Caranya adalah dengan mengatakan bahwa persoalan Papua terjadi karena kegagalan pembangunan, ketertinggalan, keterbelakangan, dan pelanggaran HAM. Padahal, semua hal itu hanyalah akibat. “Apinya tidak dibuka. Jika api mau diselesaikan harus didialogkan. Ini yang tidak ada pemahaman,” katanya.
Karena itu, Paskalis mengharapkan, akar masalah terkait keinginan orang Papua untuk merdeka harus dijadikan materi dalam rumusan dialog Jakarta–Papua.
Sedangkan terkait wacana dialog Jakarta-Papua, Paskalis menilai, kelompok-kelompok di Papua, terutama faksi yang menolak dialog harus diyakini bahwa dialog itu bisa menyelesaikan masalah Papua secara substantif. “Masih ada perbedaan persepsi antara stakeholders di Papua dan pemerintah pusat di Jakarta tekait dialog ini. Bagi kelompok-kelompok tertentu di Papua, dialog harus menyuarakan kepentingan dan perjuangan orang Papua. Sedangkan pemerintah pusat meminta agar dialog diselesaikan dalam kerangka NKRI,” imbuhnya.
Sementara Ketua Komisi I Mahfudz Siddiq menyatakan, pemerintah harus menetapkan kebijakan untuk mengakhiri pendekatan sekuritisasi di Papua. Hal ini tidak berarti pemerintah melepaskan tanggung jawab keamanan atau karena pemerintah tidak punya kalkulasi untuk mengantisipasi risiko keamanan yang memang sudah menjadi tupoksi pemerintah.
“Pendekatan persoalan dan dinamika dengan pendekatan sekuritisasi sama seperti kita menyiram benih-benih api dengan bahan bakar yang akan menimbulkan api-api itu,” katanya.
Politisi PKS ini mencontohkan, ketika terjadi kekerasan di Paniai, jumlah aparat keamanan ditambah. Penambahan ini memberi indikasi bahwa pendekatan sekuritisasi memang belum berakhir di Papua.
Karena itu, Mahfudz mengharapkan, unsur-unsur yang tidak puas di Papua yang mengaktualisasikan gagasan dan aspirasinya agar menahan diri untuk tidak terlibat dalam tindakan kekerasan dalam bentuk apapun. “Semua elemen harus bisa menghentikan tindak kekerasan yang ada. Kedamaian di Papua adalah hadiah Natal dan tahun baru,” katanya. [W-12]
Source: http://www.suarapembaruan.com/home/pemerintah-jangan-tutupi-akar-masalah-di-papua/14826
No comments:
Post a Comment